Secangkir Kopi Susu
Monday, July 14, 2008
Info Ayahbunda

Dapatkan informasi terpercaya mengenai kesehatan dan keluarga

Terpaksa, Caesar Tiga Kali
Membayangkan mengalami satu kali dibedah saja bikin ngeri, apalagi sampai berulang. Dua ibu menceritakan pengalaman bedah caesar hingga tiga kali.

Lila Pratiwi (35 tahun)
Psikolog, ibu 3 anak

“Paska Operasi Pertama yang Paling Sakit”

Saya operasi caesar tiga kali. Yang pertama, ketika usia kehamilan baru masuk 36 minggu. Waktu itu ketuban tiba-tiba pecah, padahal saya belum merasa mulas, belum ada kontraksi. Saya langsung dibawa ke rumah sakit. Tadinya, bayi saya mau dicoba dilahirkan secara alami. Tetapi, waktu diperiksa menggunakan alat pemantau detak jantung, diketahui detak jantung bayi tak beraturan.

Dalam kondisi gawat janin ini, dokter mengatakan tidak boleh ada kontraksi karena dikhawatirkan berbahaya bagi bayi. Saat itu juga saya putuskan dioperasi. Belakangan diketahui kalau bayi saya terlilit tali pusat.

Reza (kini 7 tahun) lahir dengan berat 2900 gram. Suami saya, Ali Sungkar (37 tahun), yang saat itu baru mengambil spesialis obstetri dan ginekologi, mendampingi saya selama operasi berlangsung.

Saat hamil kedua, kurang lebih lima tahun kemudian, awalnya saya ingin melahirkan secara alami. Apalagi saya merasa tidak mengalami masalah berarti selama menjalani kehamilan. Namun, seperti kehamilan pertama, pada kehamilan kedua ini saya juga mengalami ketuban pecah. Bedanya, di kehamilan kedua ini saya sudah merasa mulas-mulas.

Usia kehamilan saya waktu itu sudah 38 minggu. Dokter mengatakan, bayi saya besar sehingga proses persalinan alami akan sulit, walau panggul saya diperkirakan luas. Memang sih saat kontrol rutin terakhir, berat bayi saya sudah kurang-lebih 4000 gram.

Ternyata, dari malam sampai pagi hari berikutnya, kontraksi bukannya semakin kuat, malah semakin lemah. Pembukaannya sendiri baru sampai empat. Dokter tidak menginduksi saya, dengan pertimbangan saya pernah menjalani bedah caesar.

Setelah sempat merasakan mulas, diputuskan saya harus menjalani bedah caesar lagi. Suami saya bersedia melaksanakan operasi itu. Cuma, saya lebih suka dia mendampingi sebagai suami. Dia setuju, dan hanya membantu ‘menutup’ jahitan. Syafi , anak kedua kami, lahir dengan berat 4050 gram.

Saat usia Syafi menjelang lima bulan, ia meninggalkan kami yang amat mencintainya untuk selama-lamanya, secara tiba-tiba. Dalam dunia kedokteran, apa yang dialami Syafi dikenal dengan istilah SIDS ( Suddent Infant Death Syndrome) atau sindroma bayi meninggal mendadak.

Tidak lama setelah kepergian Syafi, saya hamil ketiga kalinya. Sejak awal, dokter mengatakan saya harus bedah caesar , tidak ada tawar menawar lagi. Alasannya, karena saya sudah dua kali dibedah, sehingga dikhawatirkan terjadi robekan pada dinding rahim bila dilakukan persalinan alami. Untungnya, kehamilan saya yang ketiga ini dokter kandungannya sama dengan kehamilan kedua, sehingga dia tahu riwayat kesehatan saya.

Selain itu, saya diwanti-wanti dokter agar bayi tidak terlalu besar, dan tidak boleh ada kontraksi. Jadi, mulai berat bayi diperkirakan di atas 2500 gram, saya dikontrol minggu per minggu. Bila minggu ini semua baik dan aman, kehamilannya bisa diteruskan.

Saat usia kehamilan mencapai 38 minggu, saya menjalani bedah caesar ketiga kalinya. Syafa (kini 4 bulan) lahir dengan berat 3250 gram. Suami saya kembali yang ‘menutup’ jahitan.

Dari tiga bedah caesar itu, saya merasa paling sakit pada bekas sayatan setelah operasi pertama. Sakitnya cukup mengganggu aktivitas saya merawat bayi dan sebagainya. Saya merasakan betul sakitnya kontraksi rahim sewaktu menyusui. Malah, di hari-hari pertama setelah operasi, untuk batuk atau tertawa saja susah. Nyeri rasanya. Mungkin, luka operasinya belum pulih. Itu sebabnya, setelah bedah caesar kedua, saya wanti-wanti pada keluarga dan saudara-saudara yang membesuk ke rumah sakit untuk tidak mengajak saya ketawa.

Mengingat rasa sakit itu, setelah bedah caesar pertama dan kedua, saya diberi dokter obat untuk mengurangi rasa sakit yang dimasukkan lewat anus, selain yang diminum. Sedangkan di operasi ketiga, karena tidak ada keluhan sakit, dokter tidak merasa perlu memberi saya obat yang lewat anus. Luka bekas sayatan mengering dalam waktu kurang-lebih dua minggu. Pulang dari rumah sakit, luka masih diperban, tapi setelah perban dibuka saat kontrol pertama, bekas sayatan itu sudah bagus.

Setiap kali akan menjalani proses persalinan, saya tidak punya persiapan khusus selain menjaga kondisi tubuh agar tetap prima. Misalnya, jangan sampai flu atau batuk. Dokter menyarankan mengkonsumsi vitamin.

Saya juga tidak merasa terlalu khawatir setiap menghadapi persalinan, terutama yang ketiga, karena sudah ditentukan tanggal operasinya. Persiapan saya biasa saja seperti ibu-ibu lain yang mau melahirkan, tidak dikhususkan akan dioperasi.

Saya pernah ngobrol dengan teman-teman yang kebetulan mengalami proses persalinan alami dan operasi. Katanya sih , yang alami itu waktu proses persalinannya lebih sakit, namun pulihnya lebih cepat. Makanya, waktu yang kedua, saya ingin bisa bersalin secara alami. Sayang, tidak kesampaian. Yang penting, saya menjalani bedah caesar itu ada indikasi medis bukan karena tidak mau normal, bukan cari enak saja.

Saya menyarankan ibu-ibu yang akan melahirkan minta penjelasan sebanyak-banyaknya dari dokter selain, tentu, baca buku atau berbagi pengalaman dengan teman atau saudara. Dengan demikian, kita tahu apa yang akan kita alami, atau apa yang akan dokter kerjakan.

Bila ternyata harus melahirkan dengan operasi, kita tahu bedah caesar itu seperti apa. Dengan begitu kita bisa tenang menjalaninya. Bekal pengetahuan itu perlu supaya kita lebih siap.


dr. Handaya, Sp.OG ,
Subbagian Feto Maternal, Bagian Obstetri dan Ginekologi,
RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Dibatasi Sampai Tiga Kali

Secara umum yang dimaksud bedah caesar adalah pengeluaran bayi melalui rahim, atau tidak melalui jalan alami. Perut ibu dibedah, kemudian rahimnya dibedah karena bayi letaknya di dalam rahim yang terletak di dalam perut. Tindakan ini biasanya dilakukan saat usia kehamilan paling tidak 37 minggu, terutama bagi bedah caesar yang terencana.

Di beberapa negara maju, misalnya di Belanda, prosentase bedah caesar kecil yaitu sekitar 9 – 13 persen Di Amerika, sekitar 22 persen. Sayangnya, di Indonesia, prosentasenya masih besar, yaitu lebih dari 50 persen, terutama di rumah sakit-rumah sakit swasta.

Sebetulnya, penyebab perlu dilakukannya bedah caesar tidak banyak, yaitu: bayi besar (sehingga tidak bisa lewat rongga panggul ibu), bayi melintang (kepala di kiri atau kanan) dan tidak bisa diperbaiki, bayi sungsang (tidak semua sungsang, ada kriteria tertentu, sebagian besar sungsang lahir alami), letak ari-ari di bawah ( plasenta previa ), dan ibu yang bersangkutan sudah dua kali menjalani bedah caesar. Faktor penyebab terakhir, karena sudah dua kali diiris, risikonya terlalu besar bagi rahim untuk robek. Atau, kemungkian ibu yang bersangkutan bisa melahirkan secara alami hanya 1 - 2 persen

Kalau ibu baru satu kali bedah caesar, silakan saja melahirkan alami. Umumnya keberhasilannya 70 – 80 persen. Jadi, sekali dibedah caesar tidak selalu harus caesar lagi. Biasanya, kita lihat saat proses persalinan. Kalau lancar, silakan melahirkan normal, toh ada keberhasilan 70 persen. Kalau macet, baru bedah caesar. Tidak terlambat, masih ada waktu. Kegagalan memang bisa terjadi, misalnya karena proses persalinan tidak maju atau macet akibat tali pusat pendek.

Alasan seperti bayi terlilit tali pusat bukan indikasi harus dilakukan bedah caesar . Satu dari tiga ibu bersalin mengalami bayinya terlilit tali pusat. Pada dasarnya dokter harus jujur; benar-tidak perlu dibedah caesar ?

Jarak yang dekat antara kehamilan satu dengan yang lain juga bukan indikasi harus bedah caesar . Dulu, lima tahun setelah bedah caesar, ibu bersangkutan diminta tidak hamil dahulu. Kemudian, waktu berkurang menjadi tiga tahun, dua tahun, dan akhirnya, sekarang, setelah setahun ibu boleh hamil lagi.

Bedah caesar berulang bisa terjadi. Misalnya, bayi besar dan panggul ibu sempit sehingga setiap kali melahirkan harus bedah caesar . Umumnya, bedah caesar dibatasi sampai tiga kali. Namun, tidak berarti tidak boleh lebih dari tiga kali. Kalau bisa, janganlah. Semakin sering dibedah, keadaan di dalam tubuh ibu semakin ‘semrawut’. Di luarnya sih bagus, tapi di dalam bisa terjadi banyak perlekatan. Ibaratnya, kalau jalan itu banyak alang-alangnya. Akibatnya, ada risiko memotong kandung kemih atau organ lain.

Dokter pun harus ekstra hati-hati pada ibu-ibu yang sudah menjalani bedah caesar berulang, karena tidak lagi leluasa melakukan tugasnya. Seandainya pasien tahu akan terjadi keadaan ini, sangat sedikit yang ingin menjalani bedah caesar.

Perlekatan di dalam tubuh sulit didiagnosa. Sulit mengukur apakah penyembuhannya bagus atau tidak, selain perutnya dibuka lagi untuk dilihat. Tapi siapa yang mau?

Hal yang penting diingat agar cepat pulih dari bedah caesar , juga proses persalinan alami, adalah kondisi ibu harus prima. Misalnya, kadar haemoglobin atau Hb-nya antara 11-12 mm/Hg. Jadi, persiapkanlah diri dengan baik sebelum persalinan.

Selain itu indikasi bedah caesar harus tepat. Jangan, sedikit-sedikit bedah caesar. Cobalah dari awal jeli memilih dokter dan rumah sakit. Kalau memang ada indikasi tepat, silakan bedah caesar . Dokter harus jujur, apa yang sebenarnya terjadi, ya itu yang dikatakan pada pasien.

Pasien pun harus dididik agar tahu seperti apa indikasi bedah caesar yang tepat itu. Kalau perlu, carilah second opinion , atau bahkan third opinion . Memang tidak mudah. Soalnya, kalau second opinion -nya salah, ya bedah caesar juga akhirnya.

Sumber : Ayah Bunda - on line
posted by Mbak Wiek @ 12:41 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Dalam hati yang damai, Semuanya serba mengalir
About Me

Name: Mbak Wiek
Home: Depok, Jawa Barat, Indonesia
About Me: 'ayu Cinta Setiawan" always love u my angel"
See my complete profile
Previous Post
Archives
Powered by

Blogger Templates

BLOGGER