Secangkir Kopi Susu
Wednesday, July 02, 2008
IDEALNYA UNTUK HAMIL


Idealnya, terang *dr. Agus Supriyadi, SpOG* dari RSIA
Hermina, Jatinegara,
jarak kehamilan tak kurang dari 9 bulan hingga 24
bulan sejak kelahiran
pertama. Namun untuk jarak 9 bulan masih
diembeli-embeli prasyarat, yaitu
asalkan nutrisi si ibu baik. "Bila gizi si ibu tak
bagus, berarti tubuhnya
belum cukup prima untuk kehamilan berikutnya."

Perhitungan tak kurang dari 9 bulan ini atas dasar
pertimbangan kembalinya
organ-organ reproduksi ke keadaan semula. Makanya ada
istilah masa nifas,
yaitu masa organ-organ reproduksi kembali ke masa
sebelum hamil. Namun masa
nifas berlangsung hanya 40 hari, sementara organ-organ
reproduksi baru
kembali ke keadaan semula minimal 3 bulan.

"Bayangkan saja, rahim atau uterus sewaktu tak hamil
beratnya hanya 30 g.
Setelah hamil, beratnya hampir 1 kg atau 1000 g.
Kenaikannya hampir 30 kali
lipat, kan? Setelah persalinan, beratnya berkurang
mencapai 60 g. Nah, untuk
mencapai 30 g kembali butuh waktu kira-kira 3 bulan."

Begitu juga dengan sistem aliran darah. Selama hamil,
ada sistem aliran
darah dari ibu ke janin. Setelah lahir, tentunya
aliran darah ini terputus.
Untuk kembali ke kondisi aliran darah yang normal, si
ibu butuh waktu
sekitar 15 hari setelah melahirkan.

Sementara untuk memulihkan energinya, si ibu harus
meningkatkan gizinya.
"Nah, untuk ibu-ibu yang gizinya bagus, energinya baru
benar-benar prima
seperti keadaan sebelum melahirkan setelah 9 bulan.
Kalau belum 9 bulan belum begitu prima energinya walaupun kelihatan
tubuhnya sehat-sehat saja."

Jadi, setelah istirahat selama 9 hingga 24 bulan,
diharapkan semua organ
reproduksi dan bagian genital interna maupun eksterna
si ibu akan kembali
seperti sebelum hamil.

*JARAK TERLALU PENDEK*

Dengan demikian, bila jarak kehamilan terlalu pendek
atau kurang dari 9
bulan akan sangat berbahaya, karena organ-organ
reproduksi belum kembali ke
kondisi semula. Selain, kondisi energi si ibu juga
belum memungkinkan untuk
menerima kehamilan berikutnya. "Keadaan gizi ibu yang
belum prima ini
membuat gizi janinnya juga sedikit, hingga pertumbuhan
janinnya tak memadai
yang dikenal dengan istilah PJT atau pertumbuhan janin
terhambat."

Itulah mengapa, saran Agus, ibu-ibu setelah bersalin
agar menggunakan alat
kontrasepsi yang tepat untuk menghindari kegagalan KB
alias kebobolan.
Jangan sampai, haid pertama setelah melahirkan belum
muncul, ibu sudah hamil
lagi. Jikapun sudah kadung hamil, "si ibu harus
menjaga kondisi kehamilannya
dengan lebih intensif." Artinya, kehamilan tersebut
harus terus dipantau
lebih ketat. Pertumbuhan janin akan dipantau dengan
pemeriksaan USG serial,
semisal pada usia sekian apakah beratnya sesuai dengan
usianya. "Jika tak
sesuai, kita harus intervensi dengan obat-obatan,
vitamin, dan makanan
berkalori tinggi agar beratnya kembali ke keadaan
normal."

Yang pasti, tegas Agus, ibu harus memeriksakan
kehamilannya secara medis,
entah ke dokter kandungan dan kebidanan ataupun bidan
secara teratur.
"Anjuran WHO, selama kehamilan sekurang-kurangnya
memeriksakan diri sebanyak
4 kali. Sekali pada trimester I, yaitu untuk
memastikan kehamilannya, apakah
di dalam atau di luar rahim; sekali di trimester II
untuk memantau
kehamilannya; dan 2 kali di trimester III untuk
memantau dan meramalkan
persalinannya, apakah persalinannya akan normal atau
sesar."

Namun untuk kasus yang riskan seperti kebobolan ini,
pemeriksaan sebaiknya
dilakukan lebih sering. Pada trimester I hingga II
dilakukan sebulan sekali;
menginjak usia kehamilan 28 minggu 3 minggu sekali; di
usia kehamilan 32
minggu dilakukan pemeriksaan 2 minggu sekali; dan
setelah usia kehamilan 38
minggu seminggu sekali. "Jangan lupa, makan makanan
berglukosa tinggi untuk
meningkatkan berat badan."

*KEGUGURAN DAN PREMATUR*

Selain BB janin rendah, kemungkinan kelahiran prematur
juga bisa terjadi
pada kehamilan jarak dekat, terutama bila kondisi ibu
juga belum begitu
bagus. Padahal, kelahiran prematur erat kaitannya
dengan kematian, khususnya
jika paru-paru si bayi belum terbentuk sempurna.

Bisa juga terjadi perdarahan selama kehamilan yang
diakibatkan plasenta
previa atau plasenta yang letaknya tak sempurna.
"Plasenta previa sangat erat kaitannya dengan gizi yang rendah, karena
plasenta punya kecenderungan mencari tempat yang banyak nutrisinya. Kalau yang banyak nutrisinya itu
terletak di bagian bawah uterus atau rahim, maka di
situlah ia akan menempel. Akibatnya bisa menutup jalan lahir yang
memungkinkan untuk terjadi
perdarahan."

Nah, pada kehamilan jarak dekat, kemungkinan
kekurangan gizi ini amat besar.
Bukankah si ibu juga harus menyusui bayinya? Dengan
demikian, nutrisi si ibu
jadi berkurang, hingga janinnya juga bisa semakin
kekurangan gizi. Makanya,
saran Agus, bila ketahuan hamil, pemberian ASI
sebaiknya segera dihentikan.
Masalahnya bukan cuma ibu jadi kekurangan gizi, tapi
juga bisa mengakibatkan
keguguran. "Selama menyusui, ada pengaruh oksitosin
pada isapan mulut bayi.
Oksitosin ini membuat perut si ibu jadi tegang atau
kontraksi. Pada
kehamilan muda, bisa terjadi perdarahan atau ancaman
keguguran."

Penting diketahui, syarat kehamilan yang sehat ialah
cukup gizi dan
penambahan BB minimal 10-12 kg, hingga BB bayi yang
dilahirkan bisa mencapai
di atas 2,5 kg.

Jikapun si ibu bisa mempertahankan kehamilannya hingga
waktu persalinan
tiba, tak berarti aman-aman saja. Soalnya, bukan tak
mungkin kendala justru
menghadang saat persalinan. Bahayanya, ibu mengalami
kelelahan saat proses
persalinan. Untuk mengejan dan hisnya juga susah.
Hingga, bisa menimbulkan
partus atau persalinan lebih lama.

*JANGAN TERLALU JAUH*

Akan halnya kehamilan dengan jarak di atas 24 bulan,
menurut Agus, sangat
baik buat ibu karena kondisinya sudah normal kembali.
Jadi, organ-organ
reproduksinya sudah siap menerima kehamilan kembali.

Bukan berarti kita bisa hamil kapan saja asal jaraknya
lebih dari 24 bulan, lo. Dianjurkan, kehamilan berikutnya jangan lebih dari
59 bulan. Ingat, kita
juga harus memikirkan usia saat kehamilan berikutnya!
"Bila lebih dari 35 tahun usia si ibu saat kehamilan berikutnya, berarti
si ibu masuk dalam
kategori risiko tinggi," terang Agus. Sementara usia
reproduksi yang bagus
adalah 20-30 tahun.

Yang paling dikhawatirkan jika usia ibu di atas 35
tahun ialah kualitas sel telur yang dihasilkan juga tak baik. Hingga, bisa
menimbulkan kelainan-kelainan bawaan seperti sindrom down.
Soalnya, ibu hamil usia ini
punya risiko 4 kali lipat dibanding sebelum usia 35
tahun.

Tak hanya itu, saat persalinan pun berisiko terjadi
perdarahan post partum
atau pasca persalinan. Hal ini disebabkan otot-otot
rahim tak selentur dulu,
hingga saat harus mengkerut kembali bisa terjadi
gangguan yang berisiko
terjadi *hemorrhagic post partum* (HPP) atau
perdarahan pasca persalinan.

Risiko terjadi preeklampsia dan eklampsia juga sangat
besar, lantaran
terjadi kerusakan sel-sel endotel. "Pada kasus
preeklampsia berat, kita
punya kebijaksanaan untuk melahirkan setelah 35 minggu
dengan cara
diinduksi." Adapun tanda-tanda preeklampsia: BB ibu
naik terlalu cepat,
terjadi pembengkakan/odem di seluruh tubuh, serta
tekanan darah terlalu
tinggi.

Pada kasus ini, pemeriksaan kehamilan harus lebih
intensif agar bisa
dipantau dan diberi obat-obatan untuk menormalkan
tekanan darahnya,
mengingat pertumbuhan janin akan mengalami gangguan.
Bukankah suplai makanan
ke janin lewat plasenta dan aliran darah ibu? Nah,
pada kasus preeklampsia,
sirkulasi darah ibu ke janin dan plasenta terganggu,
hingga suplai makanan
dari ibu ke janin jadi terganggu pula.

Itulah mengapa, janin harus terus dipantau memakai USG
serial. "Bila tetap
terhambat, lebih bagus ia hidup di luar rahim, minimal
setelah kehamilan 35
minggu. Kecuali bila ada kelainan yang mengancam si
ibu semisal ada ancaman
pembekuan darah, berapa pun usia janin harus segera
dikeluarkan demi
menyelamatkan si ibu. Pun bila janinnya belum matang."

Bahaya lain, masalah psikis. "Bisa saja, kan, si ibu
sudah lupa dengan
cara-cara menghadapi kehamilan dan persalinan.
Bagaimana cara mengejan,
misal. Hingga menimbulkan stres baru lagi," tutur
Agus.

*TIDAK UNTUK YANG SESAR*

Jadi, perhatikan betul-betul jarak kelahiran yang aman
ini, ya, Bu-Pak.
Namun tentu saja, jarak ideal ini hanya berlaku bila
persalinan sebelumnya
dilakukan dengan cara pervaginam atau normal. "Bila
sebelumnya dilakukan
sesar, sebaiknya kehamilan berikut setelah 24 bulan,"
anjur Agus.

Soalnya, mereka yang melahirkan lewat bedah sesar
butuh waktu lebih lama
lagi karena ada cacat di uterus atau rahimnya bekas
tindakan operasi. "Jika
sebelum 2 tahun sudah hamil lagi, dikhawatirkan
jahitan-jahitan saat operasi
bisa lepas. Robeknya rahim juga bisa tak terduga atau
tak beraturan dan tak
bisa diramalkan kapan robekan itu akan terjadi karena
tak dapat didiagnosa
secara dini. Kejadiannya akan sangat tiba-tiba setelah
kehamilan itu
menginjak usia 9 bulan."

Hal lain yang harus diperhatikan, jarak ideal ini
berlaku bukan cuma untuk
kehamilan kedua, tapi juga kehamilan-kehamilan
berikutnya. Namun bukan
berarti tingkat risikonya tetap sama, lo. Bukankah
makin banyak anak berarti
usia si ibu juga makin meningkat? "Nah, bila umurnya
sudah tua, tentu sangat
riskan untuk hamil dan melahirkan. Selain itu,
*recovery* tubuhnya untuk
kembali ke keadaan semula juga makan waktu lebih lama
lagi," tutur Agus.

*Tips Sebelum Hamil Kembali*

**

* Periksakan fisik ke dokter agar bisa diperbaiki atau
dipantau bila ada
masalah yang bisa mengganggu kehamilan kelak.

* Pergilah ke dokter gigi untuk mendapatkan
pemeriksaan menyeluruh mengenai
keadaan gigi. Jika perlu penambalan, pembersihan,
maupun pencabutan gigi,
lakukan segera sebelum hamil karena hal ini tak
mungkin dilakukan kala
hamil.

* Pilih dokter ahli kebidanan dan kandungan atau bidan
yang akan menangani
dan lakukan pemeriksaan prahamil dari sekarang.

* Perbaiki masalah ginekologi úbila ada- yang bisa
mengganggu kehamilan,
entah kista, polip, tumor jinak, dan lainnya. Bila
punya masalah serius
dengan kehamilan sebelumnya, misal, keguguran atau
kelahiran prematur,
diskusikan langkah-langkah yang mesti diambil untuk
mencegah terulang
kembali

* Lakukan beberapa tes sebelum hamil, seperti
hemoglobin, Rh, air kemih, tes
kulit, hepatitis, dan lainnya. Bila tes-tes itu
menunjukkan ada masalah,
lakukan perawatan sebelum hamil.

* Pastikan kita imun terhadap rubella, cacar air,
serta hepatitis B.

* Lakukan pemeriksaan genetik jika ada riwayat
kelainan genetika pada
keluarga atau anak pertama. Caranya, periksa lewat
darah kita dan suami.

* Mulailah meningkatkan gizi, karena yang paling baik
adalah kondisi hamil
dengan BB seideal mungikin. Jika kurang atau
kelebihan, usahakan mencapai BB
ideal itu.

* Hindari pemaparan terhadap radioaktif, misal, sinar
X untuk keperluan
pekerjaan. Pastikan organ reproduksi kita terlindungi
dari sinar X.

* Batasi obat bebas, terlebih yang membahayakan
kehamilan. Konsultasikan ke
dokter bila terpaksa menggunakannya.

* Hentikan mengkonsumsi minuman beralkohol dan rokok.
Penelitian
menunjukkan, alkohol dan nikotin amat berbahaya buat
kehamilan, juga bisa
menghambat terjadi kesuburan untuk kehamilan.
Tags: pregnancy
Next: Baby Talk
posted by Mbak Wiek @ 8:01 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Dalam hati yang damai, Semuanya serba mengalir
About Me

Name: Mbak Wiek
Home: Depok, Jawa Barat, Indonesia
About Me: 'ayu Cinta Setiawan" always love u my angel"
See my complete profile
Previous Post
Archives
Powered by

Blogger Templates

BLOGGER